Jumat, 08 November 2013

MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF (MPG)

Model pembelajaran diartikan sebagai suatu rencana pembelajaran yang memperlihatkan pola pembelajaran tertentu, dimana dalam pola tersebut kegiatan guru, siswa, sumber belajar yang digunakan di dalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya belajar pada siswa (Depdikbud, 1993). Joyce dan Weil (1986) mendefinisikan model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran baik secara tatap muka di dalam kelas atau dalam bentuk pertemuan dan materi pembelajaran meliputi buku-buku, film, tape, program-program media komputer serta kurikulum. Setiap model pembelajaran memandu bagaimana pembelajar mendesain pembelajaran serta membantu siswa dalam mencapai tujuan belajar. 

Secara defenisi Joyce dan Weil (1990) bahwa model pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran dan memberi petunjuk kepada pengajar kelasnya. Dengan demikian baha model pembelajaran berfungsi membantu siswa mempermudah memperoleh informasi, gagasan, ketrampilan, nilai-nilai, cara berfikir dan pengertian yang diwujudkan dalam perubahan prilaku belalajar siswa. Untuk jangka sebenarnya pembelajaran harus menciptakan iklim yang memungkinkan siswa meningkankan kemampuan belajar yang lebih mudah dan efektif pada masa depan.

    Menurut Joyce, Weil (2009) mengelompokan model pembelajaran kedalam 4 (empat) bagian yang memilki orientasi pada sikap manusia dan bagaimana siswa belajar. Kelompok tersebut adalah: (a) Model Pembelajaran Memproses Informasi (the information-processing family); (b) Model Pembelajaran Sosial (the social family); (c) Model Pembelajaran Personal (the personal family); (d) Model Pembelajaran Sistem Prilaku (the behavioral system family).
    Joyce dan Weil (2009) mengemukakan bahwa setiap model pembelajaran memiliki 4 (empat) konsep yang digunakan untuk menggambarkan pengoperasian dari tiap-tiap model pembelajaran. Keempat konsep tersebut terdiri dari sintaks (syntax), sistem sosial (system social), prinsip-prinsip mereaksi (principles of reaction) dan sistem penunjang (support system). Sintaks merupakan karakteristik berupa rentetan atau tahapan perbuatan kegiatan guru dan siswa dalam peristiwa belajar. Sistem sosial menggambarkan peranan dan hubungan antara guru dan siswa serta norma-norma yang mengikat mereka di kelas. Prinsip-prinsip mereaksi, menggambarkan bagaimana guru menghargai (to regard) dan merespon siswa. Sistem Penunjang merupakan sistem tertentu yang diprasyaratkan untuk berhasilnya pelaksanaan suatu model pembelajaran, dapat berupa sesuatu yang berada dibalik keterampilan manusia dan kapasitas serta teknik-teknik pemudahan untuk siswa dalam pembelajaran.
Model pembelajaran mempunyai 4 (empat) ciri khusus yang tidak memiliki oleh strategi atau metode tertentu, yaitu (1) rasional teoritik yang logis disusun oleh perancangnya; (2) tujuan pembelajaran yang akan dicapai; (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil; (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Model-model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajaran, pola, urutan (sintaks) dan sifat lingkungan belajar.
    Selanjutnya Joyce dan Weil (2009) juga menjelaskan bahwa setiap model pembelajaran mempunyai dampat pembelajaran dan dampak pengiring. Dampak pembelajaran ialah  hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan siswa pada tujuan-tujuan yang diharapkan, sedangkan dampak pengiting adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang langsung oleh siswa tanpa pengarahan langsung.
    Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning Model) pertama kali diperkenalkan oleh Osborne dan Cosgrove dalam Sutarman dan Swasono, (2003). Menurut Osborno dan Wittrock pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang.
    Menurut Wittrock (1991) “The generative model  is a model of teaching of comprehension and the learning of the types of relations that learners must construct between stored knowledge, memories of experience, and new information for comprehension to occur.  Model Pembelajaran Generatif memiliki landasan teoritik yang berakar pada teori-teori belajar konstruktivis mengenai belajar dan pembelajaran. Butir-butir penting dari pandangan belajar menurut teori konstruktivis ini menurut Nur (2000) dan Katu (1995) di antaranya.
-    Menekankan bahwa perubahan kognitif hanya bisa terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami inforamasi-informasi baru.
-    Seseorang belajar jika dia bekerja dalam zona perkembangan terdekat, yaitu daerah perkembangan sedikit di atas satu tingkat perkembangannya saat ini. Seseorang belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona tersebut. Seseorang bekerja pada zona perkembangan terdekatnya jika mereka terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri, tetapi dapat menyelesaikannya jika dibantu sedikit dari teman sebaya atau orang dewasa.
-    Penekanan pada prinsip Scaffolding, yaitu pemberian dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah. Dukungan itu sifatnya lebih terstruktur pada tahap awal, dan kemudian secara bertahap mengalihkan tanggung jawab belajar tersebut kepada siswa untuk bekerja atas arahan dari mereka sendiri. Jadi, siswa sebaiknya lansung saja diberikan tugas kompleks, sulit, dan realistik kemudian dibantu menyelesaikan tugas kompleks tersebut dengan menerapkan scaffolding.
-    Lebih menekankan pada pengajaran top-down daripada bottom-up. Top-down berarti langsung mulai dari masalah-masalah kompleks, utuh, dan autentik untuk dipecahkan. Dalam proses pemecahan masalah tersebut, mahasiswa mempelajari keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah kompleks tadi dengan bantuan guru atau teman sebaya yang lebih mampu.
-    Menganut asumsi sentral bahwa belajar itu ditemukan. Meskipun jika kita menyampaikan informasi, tetapi mereka harus melakukan operasi mental atau kerja otak atas informasi tersebut untuk membuat informasi itu masuk ke dalam pemahaman mereka.
-    Menganut visi siswa ideal, yaitu seorang siswa yang dapat memiliki kemampuan pengaturan diri sendiri dalam belajar.
-    Menganggap bahwa jika seseorang memiliki strategi belajar yang efektif dan motivasi, serta tekun menerapkan strategi itu sampai suatu tugas terselesaikan demi kepuasan mereka sendiri, maka kemungkinan sekali mereka adalah pelajar yang efektif dan memiliki motivasi abadi dalam belajar.
-    Sejumlah penelitian (Slavin, 1997) yang menunjukkan pengaruh positif pendekatan-pendekatan konstruktivis yang melandasi pembelajaran generatif terhadap variabel-variabel hasil belajar tradisional, diantaranya adalah : dalam bidang matematika (Carpenter dan Fennema, 1992), bidang sains (Neale, Smith, dan Johnson, 1992), membaca (Duffi dan Rochler, 1986), menulis (Bereiter dan Scardamalia, 1987). Penelitian Knapp (1995) menemukan suatu hubungan positif pendekatan-pendekatan konstruktivis dengan hasil belajar.
    Tahapan  pembelajaran generatif terdiri dari atas 4 (empat) tahap yang dapat dilihat dalam skema di bawah ini:






Gambar 1 : Model Pembelajaran Generatif (Sutarman dan Swasono, 2003)
    Menurut Osborne dan Cosgrove dalam Sutarman dan Swasono (2003) bahwa tahapan penerapan Model Pembelajaran Generatif ini dapat dijabarkan dalam tahapan-tahapan dibawah ini :
-    Tahapan Pendahuluan/Ekplorasi
Tahapan ekplorasi ini guru membimbing siswa untuk melakukan ekplorasi terhadap pengetahuan, ide, atau konsepsi awal yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari atau diperoleh dari pembelajaran pada tingkatan kelas sebelumnya. Untuk melakukan ekplorasi diberikan stimulus berupa aktivitas/ tugas-tugas seperti penelusuran terhadap suatu permasalahan yang dapat menunjukan data atau fakta yang terkait dengan konsepsi yang akan dipelajari. Dengan kondisi yang demikian, pada akhirnya diharapkan muncul pertanyaan pada disi siswa, mengapa hal itu terjadi dan selanjutnya mengajak dan mendorong siswa untuk berdiskusi tentang fakta atau gejala yang baru diselidiki atau amati. Guru mengantarkan proses diskusi guna mengidentifikasi konsepsi siswa yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi rumusan, dugaan dan hipotesis.
-    Tahapan Pemfokusan
Pada tahap pemfokusan siswa melakukan pengujian hipotesis melalui kegiatan  laboratorium atau dalam model pembelajaran yang lain. Guru sebagai fasilitator yang menyangkut kebutuhan sumber, memberi bimbingan dan arahan, dengan demikian para siswa dapat melakukan proses ilmiah. Tugas yang diberikan dalam pembelajaran sedemikian rupa hingga memberi peluang dan merangsang siswa untuk menguji hipotesisnya dengan caranya sendiri. Tugas-tugas pembelajaran yang disusun/dibuat guru hendaknya tidak seratus persen merupakan petunjuk atau langkah kerja, tetapi tugas-tugas haruslah memberikan kemungkinan siswa beraktivitas sesuai caranya sendiri atau cara yang diinginkan. Penyelesaian tugas dilakukan secara berkelompok yang terdiri atas 2 sampai dengan 4 siswa sehingga siswa dapat berlatih untuk meningkatkan sikap seperti ilmuwan. Misalnya pada aspek kerjasama dengan sesama teman sejawat, mebantu dalam kerja kelompok, menghargai pendapat teman, tukar pengalaman (sharing idea) dan keberanian bertanya.
-    Tahapan Tantangan
Tahapan tantangan disebut juga tahap pengenalan konsep. Setelah siswa memperoleh data, selanjutnya menyimpulkan dan menulis dalam lembar kerja. Siswa mempresentasikan temuaanya melalui diskusi kelas. Melalui diskusi kelas akan terjadi proses tukar pengalaman diantara siswa. Dalam tahap ini siswa berlatih untuk mengeluarkan ide, kritik, berdebat, menghargai pendapat teman dan menghargai adanya perbedaan diantara pendapat teman. Pada akhir diskusi siswa memperoleh kesimpulan dan pemantapan konsep yang benar dengan proses kognitif yaitu terjadinya proses mental yang disebut asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi apabila konsepsi siswa sesuai dengan konsep benar menurut data eksperimen terjadi proses akomodasi apabila konsepsi siswa sesuai dengan data empiris. Pada tahap ini pula sebaiknya guru memberikan pemantapan konsep dan latihan soal agar siswa memahami secara mantap konsep tersebut. Pemberian soal dari yang mudah menuju paling sulit agar motivasi tidak menurun.
-    Tahapan Penerapan Konsep
Tahap keempat siswa diajak untuk memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya dan konsep benar dalam situasi baru yang berkaitan dengan hal-hal praktis dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap ini pemberian soal-soal latihan diberikan lebih banyak agar lebih memahami konsep (isi pembelajaran) secara mendalam dan bermakna. Pada akhirnya konsep yang dipelajari siswa akan masuk ke memori jangka panjang sehingga tingkat retensi siswa semakin baik.
    Sedangkan langkah-langkah atau tahapan Model Pembelajaran Generatif menurut Katu (1995), terdiri atas 5 tahap dengan penjelasan sebagai berikut :
-    Tahap Pengingatan
Pada tahap awal ini, guru menuliskan topik dan melibatkan siswa dalam diskusi yang bertujuan untuk menggali pemahaman mereka tentang topik yang akan dibahas. Mereka diajak untuk mengungkapkan pemahaman dan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik tersebut. Mereka diminta mengomentari pendapat teman sekelas dan membandingkannya dengan pendapat sendiri. Tujuan dari tahap pengingatan ini adalah untuk menarik perhatian siswa terhadap pokok yang sedang dibahas, membuat pemahaman mereka menjadi eksplisit, dan sadar akan variasi pendapat di antara mereka sendiri. Untuk membuat suasana menjadi kondusif, guru diharapkan tidak akan menilai mana pendapat yang “salah” dan mana yang “benar”. Yang perlu dilakukan adalah membuat mereka berani mengemukakan pendapatnya tanpa takut disalahkan. Sebaiknya pertanyaan yang diajukan guru adalah pertanyaan terbuka.
-    Tahap Tantangan dan Konfrontasi
Setelah guru mengetahui pandangan sebagian siswanya, guru mengajak mereka untuk mengemukakan fenomena atau gejala-gejala yang diperkirakan muncul dari suatu peristiwa yang akan didemonstrasikan kemudian. Mereka diminta mengemukakan alasan untuk mendukung dugaan mereka. Mereka juga diajak untuk menanggapi pendapat teman satu kelas mereka yang berbeda dari pendapat sendiri. Guru diharapkan untuk mencatat dan mengelompokkan dugaan dan penjelasan yang muncul di papan tulis. Secara sadar guru mempertentangkan pendapat-pendapat yang berbeda itu. Setelah itu guru melaksanakan demonstrasi dan meminta siswa untuk mengamati dengan seksama gejala yang muncul. Guru perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mencerna apa yang mereka amati, akan merasa terganggu dan mengalami konflik kognitif dalam pikirannya. Setelah itu barulah guru menayakan apakah gejala yang mereka amati itu sesuai atau tidak dengan pikiran mereka. Dengan menggunakan cara dialog yang timbal balik dan saling melengkapi, diharapkan mereka dapat menemukan jawaban atas gejala yang mereka amati. Dalam hal ini guru menyiapkan perangkat demonstrasi, tampilan gambar, atau grafik yang dapat membantu siswa menemukan alternatif jawaban atas gejala yang diamati.
-    Tahap Reorganisasi Kerangka Kerja Konsep
Pada tahap ini guru membantu siswa dengan mengusulkan alternatif tafsiran dan menunjukkan bahwa pandangan yang dia sampaikan dapat menjelaskan secara koheren gejala yang mereka amati. Siswa diberikan beberapa persoalan sejenis dan menyarankan mereka menjawabnya dengan pandangan alternatif yang diusulkan guru. Diharapkan mereka akan merasakan bahwa pandangan baru dari guru tersebut mudah dimengerti, masuk akal, dan berhasil dalam menjawab berbagai persoalan. Diharapkan guru mulai mereorganisasi kerangka berpikir mereka dengan melakukan perubahan struktur dan hubungan antar konsep-konsep. Proses reorganisasi ini tentu membutuhkan waktu.
-    Tahap Penerapan Konsep
Pada tahap ini, guru memberikan berbagai persoalan dengan konteks yang berbeda untuk diselesaikan oleh siswa dengan kerangka konsep yang telah mengalami rekonstruksi. Maksudnya adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan/ keterampilan baru mereka pada situasi dan kondisi yang baru. Keberhasilan mereka menerapkan pengetahuan dalam situasi baru akan membuat para siswa makin yakin akan keunggulan kerangka kerja konseptual mereka yang sudah direorganisasi. Hal ini dimaksudkan untuk lebih menguatkan hubungan antar konsep di dalam kerangka berpikir yang baru mengalami reprganisasi.
-    Tahap Menilai Kembali
Dalam suatu diskusi, guru mengajak siswanya dalam menilai kembali kerangka kerja konsep yang telah mereka dapatkan.
    Model Pembelajaran Generatif sebagai proses membangun pengetahuan atau suatu pemahaman pribadi bagaimana ide baru berkait dengan konsep belajar. Pikiran, atau otak, bukanlah suatu informasi yang pasif. Sebagai gantinya, aktif membangun penafsiran informasi sendiri dan menarik kesimpulan. Pembelajaran melibatkan aktivitas mental-pemikiran. Sebagai contoh, berkenaan dengan pembacaan suatu buku teks atau menutupi dengan kertas, tanpa konstruksi hubungan yang aktif antara bagian-bagian dari suatu teks, atau antara teks dan pengetahuan pribadi, siswa akan mengabaikan kata-kata itu dan ingin tahu apa yang telah yang dibaca. Selanjutnya selesai pembacaan terdapat catatan/kertas, halaman atau paragraf.
Aktivitas mental tentang Model Pembelajaran Generatif nampak seperti suatu fungsi memori. Wittrock (1991) menyatakan bahwa Model Pembelajaran Generatif berlangsung memori jangka pendek sebagai dasar pengetahuan, atau memori jangka panjang. Pada hakekatnya bahwa jika individu menyediakan suatu rangkaian untuk membangun pengetahuan baru, menyangkut  pengetahuan ke dalam struktur yang ada akan lebih efektif. Guru merangsang yang didasarkan atas argumentasi, peran guru harus membantu para siswa menghasilkan rangkaian itu, atau bantuan berhubungan dengan gagasan baru satu sama lain dan pengetahuan utama.

Sumber :
Joyce, Bruce., Marsha Weil., Emily Calhoun. 2009. Models of Teaching: Model-model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suryani, Lily. 2009. ”Penerapan Model Pembelajaran Generatif untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IA-2 SMAN 7 Malang”. Skripsi. Malang: Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang.
Sutarman dan Swasono, P. 2003. ”Implementasi Pembelajaran Generatif Berbasis Konstruktivisme sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas III pada Bidang Fisika di SLTP 17 Malang”. Jurnal. Malang: Lemlit-UM.
Uno, Hamzah B. 2007. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.