oleh :
Taufiq Al Idrus, Tita Mutia, Farhan Aryasa, M. Fachmi, Anggita Hidayah
Harimau
Sumatera (Panthera tigris sumatrae) adalah subspesies harimau yang
habitat aslinya di pulau Sumatera, merupakan satu dari enam subspesies harimau
yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa
kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies
terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Populasi liar diperkirakan
antara 400-500 ekor, terutama hidup di taman-taman nasional di Sumatera. Uji
genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik, yang
menandakan bahwa subspesies ini mungkin berkembang menjadi spesies terpisah,
bila berhasil lestari.[2]Penghancuran habitat merupakan ancaman terbesar
terhadap populasi saat ini. Pembalakan tetap berlangsung bahkan di taman
nasional yang seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor harimau terbunuh antara
tahun 1998 dan 2000
CIRI-CIRI Harimau Sumatera adalah subspesies harimau terkecil.
Harimau Sumatera mempunyai warna paling gelap di antara semua subspesies
harimau lainnya, pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat kadang kala
dempet. Harimau Sumatera jantan memiliki panjang rata-rata 92 inci dari kepala
ke buntut atau sekitar 250 cm panjang dari kepala hingga kaki dengan berat 300
pound atau sekitar 140 kg, sedangkan tinggi dari jantan dewasa dapat mencapai
60 cm. Betinanya rata-rata memiliki panjang 78 inci atau sekitar 198 cm dan
berat 200 pound atau sekitar 91 kg. Belang harimau Sumatera lebih tipis
daripada subspesies harimau lain. Warna kulit harimau Sumatera merupakan yang
paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga
oranye tua. Subspesies ini juga punya lebih banyak janggut serta surai
dibandingkan subspesies lain, terutama harimau jantan. Ukurannya yang kecil
memudahkannya menjelajahi rimba. Terdapat selaput di sela-sela jarinya yang
menjadikan mereka mampu berenang cepat. Harimau ini diketahui menyudutkan
mangsanya ke air, terutama bila binatang buruan tersebut lambat berenang.
Bulunya berubah warna menjadi hijau gelap ketika melahirkan.
HABITAT Harimau Sumatera hanya ditemukan di pulau Sumatera.
Kucing besar ini mampu hidup di manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan
pegunungan, dan tinggal di banyak tempat yang tak terlindungi. Hanya sekitar
400 ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan sisanya tersebar di
daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga terdapat lebih kurang
250 ekor lagi yang dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia.
Harimau Sumatera mengalami ancaman kehilangan habitat karena daerah sebarannya
seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan
terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga
perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan. Karena habitat yang
semakin sempit dan berkurang, maka harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih
dekat dengan manusia, dan seringkali mereka dibunuh dan ditangkap karena
tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa sengaja
dengan manusia.
MAKANAN harimau Sumatera tergantung tempat tinggalnya dan
seberapa berlimpah mangsanya. Sebagai predator utama dalam rantai makanan,
harimau mepertahankan populasi mangsa liar yang ada dibawah pengendaliannya,
sehingga keseimbangan antara mangsa dan vegetasi yang mereka makan dapat
terjaga. Mereka memiliki indera pendengaran dan penglihatan yang sangat tajam,
yang membuatnya menjadi pemburu yang sangat efisien. Harimau Sumatera merupakan
hewan soliter, dan mereka berburu pada malam hari, mengintai mangsanya dengan
sabar sebelum menyerang dari belakang atau samping. Mereka memakan apapun yang
dapat ditangkap, umumnya celeng dan rusa, dan kadang-kadang unggas atau ikan.
Orangutan juga dapat jadi mangsa, mereka jarang menghabiskan waktu di permukaan
tanah, dan karena itu jarang ditangkap harimau. Harimau Sumatera juga gemar
makan durian. Harimau Sumatera juga mampu berenang dan memanjat pohon ketika
memburu mangsa. Luas kawasan perburuan harimau Sumatera tidak diketahui dengan
tepat, tetapi diperkirakan bahwa 4-5 ekor harimau Sumatera dewasa memerlukan
kawasan jelajah seluas 100 kilometer di kawasan dataran rendah dengan jumlah
hewan buruan yang optimal (tidak diburu oleh manusia).
PERDAGANGAN bagian tubuh harimau di Indonesia saat ini semakin
memprihatinkan. Penemuan tentang perdagangan harimau tersebut tercermin dalam
survei Profauna Indonesia yang didukung oleh International Fund for Animal
Welfare (IFAW) pada bulan Juli - Oktober 2008. Selama 4 bulan tersebut Profauna
mengunjungi 21 kota/lokasi yang ada di Sumatera dan Jakarta. Dari 21 kota yang
dikunjungi Profauna, 10 kota di antaranya ditemukan adanya perdagangan bagian
tubuh harimau (48 %). Bagian tubuh harimau yang diperdagangkan meliputi kulit,
kumis, cakar, ataupun opsetan utuh. Harga bagian tubuh harimau yang dijual itu
bervariasi. Untuk yang utuh dijual seharga Rp. 5 juta per lembar sampai dengan
25 juta per lembar. Sedangkan taring harimau ditawarkan seharga Rp. 400.000
hingga Rp. 1,1 juta. Kebanyakan bagian tubuh harimau tersebut dijual di toko
seni, penjual batu mulia, dan penjual obat tradisional. Untuk perdagangan
bagian tubuh harimau paling banyak terjadi di Lampung.Masih maraknya
perdagangan bagian tubuh harimau tersebut sudah dilaporkan Profauna ke
Departemen Kehutanan melalui Dirjen PHKA pada bulan April 2009, dengan harapan
pemerintah bisa mengambil langkah-langkah tegas untuk mengatasi perdagangan
satwa langka yang dilindungi tersebut. Beberapa tindakan nyata telah diambil
pemerintah untuk memerangi perdagangan bagian tubuh harimau di Jakarta.
PENEGAKAN HUKUM Pada tanggal 7 Agustus 2009 Satuan Polhut Reaksi Cepat
dan Satuan Sumdaling Polda Metro Jaya berhasil menggulung sindikat perdagangan
kulit harimau di Jakarta. Selain mengamankan 2 kulit harimau Sumatera utuh,
polisi juga menyita 6 awetan burung cendrawasih, 2 kulit kucing hutan, 12
awetan kepala rusa, 1 surili, 5 tengkorak rusa, 1 kepala beruang dan 1 kulit
rusa sambar. Sindikat perdagangan satwa langka itu diduga juga melibatkan
sejumlah kebun binatang di Jawa dan Sumatera. Terungkapnya sindikat perdagangan
harimau dan satwa langka lainnya di Jakarta tersebut membuktikan bahwa laporan
Profauna tentang perdagangan harimau adalah sebuah fakta. Fakta tersebut
seperti fenomena gunung es, hanya tampak di permukaannya saja. Fakta sebenarnya
diyakini jauh lebih besar dari yang sudah terdektesi.