Perusakan ekosistem Raja Ampat kembali terjadi. Patroli gabungan Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) dan Dinas Kelautan dan
Perikanan (DKP) Kabupaten Raja Ampat menangkap tujuh pelaku pengeboman
ikan, Jumat (14/9/2012) di Pulau Batanta, Kepulauan Raja Ampat, Papua
Barat.
Berdasarkan rilis The Nature Conservancy yang diterima Kompas.com,
Senin (17/9/2012), tujuh nelayan yang berasal dari Pulau Buaya itu
ditangkap tim gabungan saat melakukan pengeboman ikan di Pulau Fam. Para
pelaku sempat melarikan diri, tetapi berhasil dikepung di Pulau Batanta
bagian timur. Setelah ditangkap, pelaku dibawa ke Markas TNI AL di
Sorong.
Pelaku yang tertangkap adalah Kamarudin sebagai nakhoda,
Irianto, Fandi, Oktavianus, Fano Fakdawer, Anton Fakdawer, dan Lamutu
yang masih di bawah umur. Mereka telah lama menjadi target. Barang bukti
yang berhasil dihimpun adalah 250 kg ikan berbagai jenis, perahu jenis
sampan bermesin ganda 40 pk, kompresor, dan sumbu bahan peledak.
Kepala
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat, Manuel Urbinas, SPi,
MSi mengatakan, "Penangkapan ikan menggunakan bahan peledak berdampak
sangat besar dan merugikan sektor perikanan dan pariwisata karena tidak
hanya menghancurkan ekosistem dan sumber daya laut, tetapi juga sumber
kehidupan dan ekonomi masyarakat Raja Ampat."
Raja Ampat terletak
di jantung Segitiga Terumbu Karang Dunia, pusat keanekaragaman hayati
laut. Survei TNC dan Conservation International (CI) mengungkap bahwa
sekitar 75 persen terumbu karang dunia ada di Raja Ampat, meliputi 553
jenis terumbu karang dan 1.437 ikan karang.
Valuasi ekonomi Raja
Ampat pernah dihitung lewat penelitian CI dan Universitas Negeri Papua
pada tahun 2006. Riset mengungkap, nilai ekonomi pemanfaatan sumber daya
laut mencapai 126 miliar per tahun, di antaranya meliputi perikanan
tangkap (Rp 20 miliar per tahun) dan pariwisata (mencapai angka Rp 14
miliar per tahun).
Kasus perusakan ekosistem laut Raja Ampat ini
bukan pertama kali terjadi. Februari lalu, kasus serupa pun sudah
terjadi di Kofiau. Kali ini, pengeboman ikan terjadi beberapa hari
sebelum Festival Bahari Raja Ampat pada 18-21 September 2012, upaya
untuk mengenalkan pariwisata kepulauan ini.
Hukuman yang memberi
efek jera diperlukan untuk menangani maraknya praktik penangkapan ikan
yang tak ramah lingkungan. Kasus di Kofiau, pelaku pengeboman ikan hanya
mendapat hukuman 1 tahun penjara dengan denda Rp 5 juta subsider
kurungan 3 bulan kepada empat pelaku.
Sumber : http://sains.kompas.com/read/2012/09/18/06083417/Perusakan.Ekosistem.Raja.Ampat.Kembali.Terjadi