Selasa, 18 September 2012

PERUSAKAN EKOSISTEM RAJA AMPAT KEMBALI TERJADI

Perusakan ekosistem Raja Ampat kembali terjadi. Patroli gabungan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Raja Ampat menangkap tujuh pelaku pengeboman ikan, Jumat (14/9/2012) di Pulau Batanta, Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat.

Berdasarkan rilis The Nature Conservancy yang diterima Kompas.com, Senin (17/9/2012), tujuh nelayan yang berasal dari Pulau Buaya itu ditangkap tim gabungan saat melakukan pengeboman ikan di Pulau Fam. Para pelaku sempat melarikan diri, tetapi berhasil dikepung di Pulau Batanta bagian timur. Setelah ditangkap, pelaku dibawa ke Markas TNI AL di Sorong.

Pelaku yang tertangkap adalah Kamarudin sebagai nakhoda, Irianto, Fandi, Oktavianus, Fano Fakdawer, Anton Fakdawer, dan Lamutu yang masih di bawah umur. Mereka telah lama menjadi target. Barang bukti yang berhasil dihimpun adalah 250 kg ikan berbagai jenis, perahu jenis sampan bermesin ganda 40 pk, kompresor, dan sumbu bahan peledak.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat, Manuel Urbinas, SPi, MSi mengatakan, "Penangkapan ikan menggunakan bahan peledak berdampak sangat besar dan merugikan sektor perikanan dan pariwisata karena tidak hanya menghancurkan ekosistem dan sumber daya laut, tetapi juga sumber kehidupan dan ekonomi masyarakat Raja Ampat."

Raja Ampat terletak di jantung Segitiga Terumbu Karang Dunia, pusat keanekaragaman hayati laut. Survei TNC dan Conservation International (CI) mengungkap bahwa sekitar 75 persen terumbu karang dunia ada di Raja Ampat, meliputi 553 jenis terumbu karang dan 1.437 ikan karang.

Valuasi ekonomi Raja Ampat pernah dihitung lewat penelitian CI dan Universitas Negeri Papua pada tahun 2006. Riset mengungkap, nilai ekonomi pemanfaatan sumber daya laut mencapai 126 miliar per tahun, di antaranya meliputi perikanan tangkap (Rp 20 miliar per tahun) dan pariwisata (mencapai angka Rp 14 miliar per tahun).

Kasus perusakan ekosistem laut Raja Ampat ini bukan pertama kali terjadi. Februari lalu, kasus serupa pun sudah terjadi di Kofiau. Kali ini, pengeboman ikan terjadi beberapa hari sebelum Festival Bahari Raja Ampat pada 18-21 September 2012, upaya untuk mengenalkan pariwisata kepulauan ini.

Hukuman yang memberi efek jera diperlukan untuk menangani maraknya praktik penangkapan ikan yang tak ramah lingkungan. Kasus di Kofiau, pelaku pengeboman ikan hanya mendapat hukuman 1 tahun penjara dengan denda Rp 5 juta subsider kurungan 3 bulan kepada empat pelaku.

Sumber : http://sains.kompas.com/read/2012/09/18/06083417/Perusakan.Ekosistem.Raja.Ampat.Kembali.Terjadi